Teori Kognitif dan Penerapannya dalam Pembelajaran

Sabtu, 11 Februari 2017


Secara bahasa Kognitif berasal dari bahasa latin ”Cogitare” artinya berfikir. Menurut aliran kognitif belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Perilaku yang tampak pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan lain sebagainya.
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Model belajar kognitif mrngatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Selain itu, teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”.

Dalam teori kognitif terdapat beberapa tokoh, diantaranya
1.        Teori Perkembangan Piaget.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik yaitu  suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan system syaraf. Dengan makin bertembahnya umur seseorang maka semakin komplekslah susunan sarafnya dan meningkat pula kemampuannya.
Menurut Piaget, bahwa belajar terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
·      Asimilasi
·      Akomodasi
·      Equilibrasi
Selain tahapan belajar, Piaget juga membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat yaitu :
·      Tahap sensori motorik (0-2 tahun)
·      Tahap Praoperasional (2-7 tahun)
·      Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)
·      Tahap Operasional Formal (11-15 tahun)

2.        Teori Belajar Menurut Bruner
Ada tiga tahap perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Bruner,
1. Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
 2. Tahap ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan.
3. Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam 9 berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.

3.        Teori Belajar bermakna Ausubel
Ausubel berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan bermakna, karena belajar dengan menghafal, peserta didik tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa belajar itu akan lebih berhasil jika materi yang dipelajari bermakna.

Kegiatan pembelajaran menurut teori Kognitif  mengikuti prinsip-prinsip, diantaranya
1.        Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berfikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2.        Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik terutama jika mendengarkan benda-benda kongrit.
3.         Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4.        Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah memiliki si belajar.
5.        Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6.        Belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar mneghafal.
7.        Adanya perbedaan individual pada diri siswa pelu diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal dan sebagainya.


0 komentar:

Posting Komentar