Teori Belajar Humanistik dan Self efficacy "Teori Bandura"

Minggu, 26 Februari 2017

TEORI BELAJAR HUMANISTIK DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN
Menurut Uno (2006), tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Konsep pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Keterampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik (Sukardjo dan Komarudin, 2009).
Tokoh Teori Belajar Humanistik

·      Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).

·      Arthur Combs
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain

·      Carl Rogers
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1.        Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2.        Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
3.        Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
4.         Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.

Penerapan
Penerapan teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materimateri pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan
1.    Selalu mengedepankan akan hal-hal yang bernuansa demokratis, partisipatif-dialogis dan humanis.
2.    Suasana pembelajaran yang saling menghargai, adanya kebebasan berpendapat, kebebasan mengungkapkan gagasan.
3.    keterlibatan peserta didik dalam berbagai aktivitas di sekolah, dan lebih-lebih adalah kemampuan hidup bersama (komunal-bermasyarakat) diantara peserta didik yang tentunya mempunyai pandangan yang berbeda-beda.

Kekurangan
1.    Teori humanistik tidak bisa diuji dengan mudah.
2.    Banyak konsep dalam psikologi humanistik, seperti misalnya orang yang telah berhasil mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif.
3.    Psikologi humanistik mengalami pembiasan terhadap nilai individualistis

SELF EFFICACY "TEORI BANDURA"
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata efficacy diartikan sebagai kemujaraban atau kemanjuran. Maka secara harfiah Self Efficacy dapat diartikan sebagai kemujaraban diri. 
Menurut Bandura (1997) , “perceived self efficacy refers to beliefs in one’s capabilities to organize and executer the courses of action required to produce given attainments”. Self- efficacy merupakan kepercayaan seseorang mengenai kemampuannya untuk mengatur dan memutuskan tindakan tertentu yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil tertentu.
Woolfolk (2004), menambahkan bahwa self efficacy adalah sebuah penilaian spesifik yang berkaitan dengan konteks mengenai kompetensi untuk mengerjakan sebuah tugas spesifik.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa self efficacyadalah penilaian seseorang tentang apa yang dapat dilakukan dengan ketrampilan apapun yang dimilikinya. Penilaian atau perasaan itu berkaitan dengan kompetensi dan efektifitas.

Ciri-ciri self-efficacy 
1.        Berorientasi pada masa depan
2.        Penilaian pada konteks spesifik mengenai kompetensi untuk menampilkan tugas tertentu
3.        Fokus pada kemampuan kita untuk menyelesaikan tugas tertentu tanpa kebutuhan untuk dibandingkan dengan orang lain

Faktor yang Mempengaruhi self-efficacy 
1.        Sifat dari tugas yang dihadapi individu
Sifat tugas dalam hal ini meliputi tingkat kesulitan dan kompleksitas dari tuga s yang dhadapi. Semakin sedikit jenis tugas yang dikerjakan dan tingkat kesulitan tugas yang relatif muda, maka besar kecenderungan individu untuk menilai rendah kemampuannya sehingga akan menurunkan self-efficacy.
2.        Insentif eksternal (reward) yang diterima individu dari oranf lain
Semakin besar insentif yang diperoleh seseorang dalam penyelesaian tugas, maka semakin tinggi derajat self-efficacy nya.
3.        Status atau peran individu dalam lingkungannya
Seseorang yang memiliki status yang lebih tinggi dalam lingkungannya akan mempunyai derajat kotrol yang lebih besar pula sehingga memiliki self-efficacy yang lebih tinggi
4.        Informasi tentang kemampuan diri
Informasi yang disampaikan orang lain secara langsung bahwa seseorang mempunyai kemampuan tinggi, dapat menambah keyakinan dii seseoramg sehingga mereka akan mengerjakan suatu tugas dengan sebaik mungkin.

Fungsi self-efficacy 
Menurut Bandura (1997), terdapat beberapa fungsi dari self-efficacy
1.        Untuk menentukan pemilihan tingkah laku
2.        Sebagai penentu besarnya usaha dan daya tahan dalam mengatasi hambatan atau pengalaman aversif
3.        Mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional
4.        Sebagai peramal tingkah laku selanjutnya

Bandura (1997),  menyebutkan bahwa ada tiga dimensi self efficacy, yaitu 
1. Magnitude
Dimensi magnitude ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas. Apabila tugas-tugas yang dibebankan pada individu disusun menurut tingkat kesulitannya, maka perbedaan self efficacy secara individual mungkin terbatas pada tugas-tugas yang sederhana, menengah atau tinggi. Individu akan melakukan tindakan yang dirasakan mampu untuk dilaksanakannya dan akan tugas-tugas yang diperkirakan di luar batas kemampuan yang dimilikinya.
2.   Generality
Dimensi generality ini berhubungan dengan keyakinan seseorang terhadap kemampuan diri dapat berbeda dalam hal generalisasi. Maksudnya seseorang mungkin menilai keyakinan dirinya untuk aktivitas-aktivitas tertentu saja.
3.  Strength
Dimensi strength ini berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kemantapan seseorang terhadap keyakinannya. Tingkat self efficacy yang lebih rendah mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang memperlemahnya. Sedangkan, orang yang memiliki self efficacy yang kuat akan tekun dalam meningkatkan usahanya meskipun dijumpai pengalaman yang memperlemahnya. 



Teori Belajar Konstruktivisme dan Penerapannya dalam Pembelajaran

Jumat, 17 Februari 2017


Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri. Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain.
Karli (2003), menyatakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif yang hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri dan pada akhir proses belajar pengetahuan akan dibangun oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya.
Pembelajaran konstruktif juga membantu siswa dalam memahami konsep suatu materi pelajaran melalui learning by doing, sehingga diharapkan pembelajaran lebih bermakna dan melekat dalam benak siswa. Jika kita pahami kaitan antara belajar dengan otak manusia, bahwa:
1.      Otak merupakan parallel processor, yang berarti bahwa otak melakukan berbagai hal dalam waktu yang sama
2.        Proses belajar (yang dilakukan oleh otak) mempengaruhi seluruh bagian tubuh lainnya.
3.     Otak selalu mencari hal-hal yang memiliki makna, dan secara otomatis akan bereaksi terhadap informasi yang datang.
4.        Otak selalu berusaha untuk membedakan dan memahami kejadian yang ada. Apabila dirasa tidak bermakna, maka otak tidak akan memprosesnya.
5.        Kegiatan belajar (yang dilakukan oleh otak) sangat dipengaruhi oleh emosi atau perasaan.

Menurut Siroj pembelajaran yang konstruktivisme memiliki ciri yaitu,
1.     Menyediakan pengalaman belajar dengan mengkaitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses pembentukan pengetahuan.
2.        Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak semua mengerjakan tugas yang sama, misalnya suatu masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara
3.   Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkrit, misalnya untuk memahami suatu konsep melalui kenyataan kehidupan sehari-hari
4.  Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya transmisi sosial yaitu terjadinya interaksi dan kerja sama seseorang dengan orang lain atau dengan lingkungannya, misalnya interaksi dan kerjasama antara siswa, guru, dan siswa-siswa
5.   Memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif
6.        Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga menjadi menarik dan siswa mau belajar.

Tujuan dari teori belajar konstruktivisme 
1.        Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2.  Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejutkanpertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
3.        Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian daan pemahaman konsep secara lengkap.
4.        Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5.        Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Dikenal dengan nama konstruktivistik kognitif (personal constructivism). Teori ini memiliki fokus perhatian pada bangkitnya dan dimilikinya schemata skema bagaimana seseorang mengenal dunia dalam saat "tingkatan-tingkatan perkembangan", ketika anak-anak menerima cara baru bagaimana secara mental merepresentasikan informasi. Pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan.
Ada empat konsep dasar yang diperkenalkan oleh Piaget, yaitu:
1.    Schemata adalah suatu struktur kognitif yang slalu berkembang dan berubah, karena proses asimiliasi dan proses akomodasi aktif serta dinamis.
2.    Asimilasi adalah proses penyesuian informasi yang akan diterima sehingga menjadi sesuatu yang dikenal oleh siswa
3.    Akomodasi adalah penempatan informasi yang sudah di ubah dalam schemata yang sudah ada
4.    Equilibrium (keseimbangan) adalah sebuah proses adaptasi oleh individu terhadap lingkungan individu, agar berusaha untuk mencapai struktural mental atau schemata yang stabil atau seimbang antara asimilasi dan akomodasi.

Teori Konstruktivisme vigotsky berasumsi bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang. Siswa mempunyai dua tingkat perkembangan,perkembangan aktual dan potensial (Rustaman, 2009)
Bahwa pandangan penganut konstruktivisme mengenai belajar meliputi serangkaian teori yang membagi perespektif umum bahwa pengetahuan dikonstruksi oleh pembelajar bukan ditransfer ke pembelajar.

Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan
     Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan
     Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang dimiliki siswa
     Memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya
     Memberi kesempatan pada siswa untuk mencoba hal baru
     Memberikan lingkungan belajar yang kondusif  yang mendukung siswa mnegungkapkan untuk siswa

Kekurangan
     Siswa mengkonstruksi pengetahunnya sendiri
     Menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri
     Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama



Teori Kognitif dan Penerapannya dalam Pembelajaran

Sabtu, 11 Februari 2017


Secara bahasa Kognitif berasal dari bahasa latin ”Cogitare” artinya berfikir. Menurut aliran kognitif belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Perilaku yang tampak pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan lain sebagainya.
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Model belajar kognitif mrngatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Selain itu, teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”.

Dalam teori kognitif terdapat beberapa tokoh, diantaranya
1.        Teori Perkembangan Piaget.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik yaitu  suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan system syaraf. Dengan makin bertembahnya umur seseorang maka semakin komplekslah susunan sarafnya dan meningkat pula kemampuannya.
Menurut Piaget, bahwa belajar terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
·      Asimilasi
·      Akomodasi
·      Equilibrasi
Selain tahapan belajar, Piaget juga membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat yaitu :
·      Tahap sensori motorik (0-2 tahun)
·      Tahap Praoperasional (2-7 tahun)
·      Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)
·      Tahap Operasional Formal (11-15 tahun)

2.        Teori Belajar Menurut Bruner
Ada tiga tahap perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Bruner,
1. Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
 2. Tahap ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan.
3. Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam 9 berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.

3.        Teori Belajar bermakna Ausubel
Ausubel berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan bermakna, karena belajar dengan menghafal, peserta didik tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa belajar itu akan lebih berhasil jika materi yang dipelajari bermakna.

Kegiatan pembelajaran menurut teori Kognitif  mengikuti prinsip-prinsip, diantaranya
1.        Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berfikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2.        Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik terutama jika mendengarkan benda-benda kongrit.
3.         Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4.        Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah memiliki si belajar.
5.        Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6.        Belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar mneghafal.
7.        Adanya perbedaan individual pada diri siswa pelu diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal dan sebagainya.