Teori Belajar Kecerdasan Ganda dan Penerapannya dalam Pembelajaran

Senin, 27 Maret 2017



Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses pengembangan potensi individu. Melalui pendidikan, potensi yang dimiliki oleh individu akan diubah menjadi kompetensi. Salah satu karakteristik  penting dari individu yang perlu difahami oleh guru sebagai pendidik adalah bakat dan kecerdasan individu. Guru yang tidak memahami kecerdasan anak didik akan memiliki kesulitan dalam memfasilitasi proses pengembangan potensi individu menjadi yang dicita-citakan. Generalisasi terhadap kemampuan dan potensi individu memberikan dampak negatif yaitu siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengebangkan secara optimal potensi yang ada pada dirinya. Akibat penanganan salah seperti yang dilakukan oleh sistem persekolahan saat ini kita telah kehilangan bakat-bakat cemerlang. Individu-individu yang cerdas tidak dapat mengembangkan potensi diri mereka secara optimal.
Teori Kecerdasan Ganda (Multiple Inteligence) yang dikemukakan oleh Howard Gardner seorang professor psikologi dari Harvard University, akan dijadikan acuan untuk lebih memahami bakat dan kecerdasan individu. Kecerdasan ganda merupakan potensi yang dimiliki seseorang yang dapat diaktifkan melalui proses belajar, interaksi dengan keluarga, guru, teman dan nilai-nilai budaya yang berkembang. Kecerdasan mengandung dua aspek pokok yaitu; kemampuan belajar dari pengalaman dan beradaptasi terhadap lingkungan.

Faktor Penting dalam Implementasi Teori Kecerdasan Ganda
Implementasi teori kecerdasan ganda dalam aktivitas pembelajaran memerlukan dukungan komponen-komponen sistem persekolahan sebagai berikut :
·                                    ·      Orang tua murid
Orang tua murid, perlu memberikan dukungan yang optimal agar implementasi teori kecerdasan ganda di sekolah dapat berhasil. Orang tua, dalam konteks pengembangan kecerdasan ganda perlu memeberikan sedikit kebebasan pada anak mereka untuk dapat memilih kompetensi yang ingin dikembangkan sesuai dengan kecerdasan dan bakat yang mereka miliki.
·      Guru
Guru memegang peran yang sangat penting dalam implementasi teori kecerdasan ganda. Agar implementasi teori kecerdasan ganda dapat mencapai hasil seperti yang diinginkan ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu kemampuan guru dalam mengenali kecerdasan individu siswa dan kemampuan mengajar dan memanfaatkan waktu mengajar secara proporsional.
·      Kurikulum dan fasilitas
·      Sistem penilaian
Sistem penilaian yang diperlukan oleh sekolah yang menerapkan teori kecerdasan ganda berbeda dengan sistem penilaian yang digunkan pada sekolah konvensional. Sekolah yang menerapkan teori kecerdasan ganda pada dasarnya berasumsi bahwa semua individu itu cerdas. Penilaian yang digunakan tidak berorientasi pada input dari proses pembelajaran tapi lebih berorientasi pada proses dan kemajuan (progress)  yang diperlihatkan oleh siswa dalam mempelajari suatu keterampilan yang spesifik. Metode penilaian yang cocok dengan sistem seperti ini adalah metode penilaian portofolio. Sistem penilaian portofolio menekankan pada perkembangan bertahap yang harus dilalui oleh siswa dalam mempelajari sebuah keterampilan atau pengetahuan.

Macam Kecerdasan Ganda
Gardner (1983) berhasil mengidentifikasi delapan macam kecerdasan, yang kemudian dikenal sebagai kecerdasan ganda (Multiple Intelligence). Kedelapan jenis kecerdasan tersebut adalah:
1. Kecerdasan musical
Gardner menyebut kecerdasan musical ini dengan istilah musical/ rhythmic intelligence.  Kecerdasan musical (KM) adalah kemampuan untuk menghasilkan dan mengapresiasi musik. Kemampuan ini meliputi menyanyi, bersiul, memainkan alat-alat musik, mengenal pola-pola nada, membuat komposisi musik, mengingat melodi, memahami struktur dan irama musik. Gardner telah mengidentifikasi bahwa  inti dasar KM musical meliputi aspek irama, pola titinada, harmoni, dan timber, tetapi dia segera mengusulkan adanya kekuatan emosional misterius dari musik.
2. Kecerdasan Kinesthetic
Jenis kecerdasan ini berkaitan dengan pengendalian gerakan badan. Pengenalian gerakan badan ini terletak di korteks motoris dengan  setiap belahan otak mendominasi atau mengendalikan gerakan badan di sisi yang berlawanan (Gardner, 1983). Orang yang cerdas secara kinesthetic akan lebih mudah menirukan dan menciptakan gerakan. Seorang olahragawan yang cerdas kinesthetic akan dapat menyelesaikan dan mencari alternatif gerakan. Penyelesaian gerakan tentu berbeda dengan penyelesaian persamaan matematika, sehingga dalam hal ini orang yang cerdas gerak badan boleh jadi tidak cerdas secara matematik dan sebaliknya.
3. Kecerdasan logical/mathematical
Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan angka-angka dan bilangan, berpikir logis dan ilmiah, adanya konsistensi dalam pemikiran.. Seseorang yang cerdas secara logika-matematika seringkali tertarik dengan pola dan bilangan/angka-angka. Mereka belajar dengan cepat operasi bilangan dan cepat memahami konsep waktu, menjelaskan konsep secara logis, atau menyimpulkan informasi secara matematik.
4.   Kecerdasan visual/spatial
Kecerdasan ini ditunjukkan oleh kemampuan seseorang untuk melihat secara rinci gambaran visual yang terdapat di sekitarnya. Contoh, seorang seniman dapat memiliki kemampuan persepsi yang besar. Bila mereka melihat sebuah lukisan, mereka dapat melihat adanya perbedaan yang tampak di antara goresan-goresan kuas, meskipu orang lain tidak mampu melihatnya. Kecerdasan ini sangat dituntut pada profesi-profesi seperti fotografer, seniman, navigator, arsitek. Pada orang-orang ini dituntut untuk melihat secara tepat gambaran visual dan kemudian member arti terhadap gambaran tersebut.
5.   Kecerdasan verbal/linguistik
Orang-orang yang memiliki kecerdasan ini memiliki kemampuan untuk menyusun pikirannya dengan jelas. Mereka juga mampu mengungkapkan pikiran dalam bentuk kata-kata seperti berbicara, menulis, dan membaca. Orang dengan kecerdasan verbal ini sangat cakap dalam berbahasa, menceriterakan kisah, berdebat, berdiskusi, melakukan penafsiran, menyampaikan laporan dan berbagai aktivitas lain yang terkait dengan berbicara dan menulis. Kecerdasan ini sangat diperlukan pada profesi pengacara, penulis, penyiar radio/televisi, editor, guru.
6.   Kecerdasan interpersonal
Kecerdasan ini berkait dengan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain. Pada saat berinteraksi dengan orang lain, seseorang harus dapat memperkirakan perasaan, temperamen, suasana hati, maksud dan keinginan teman interaksinya, kemudian memberikan respon yang layak. Orang dengan kecerdasan Interpersonal memiliki kemampuan sedemikian sehingga terlihat amat mudah bergaul, banyak teman dan disenangi oleh orang lain. Kecerdasan ini amat penting, karena pada dasarnya kita tidak dapat hidup sendiri (No man is an Island).
7.   Kecerdasan intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal diperlihatkan dalam bentuk kemampuan dalam membangun persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan kemampuan tersebut dalam membuat rencana dan mengarahkan orang lain
8.   Kecerdasan naturalistik
Keahlian mengenali dan mengkategorikan spesies-flora dan fauna di lingkungannya. Para pecinta alam adalah contoh orang tergolong sebagai orang – orang yang memiliki kecerdasan ini.

Kelebihan dan Kekurangan
·         Kelebihan
1.    Setelah mengetahui kecerdasan yang dimiliki oleh anak, pembelajaran pun bisa dilakukan dengan lebih fokus untuk sebuah kecenderungan yang akan mempunyai hasil yang sangat optimal
2.    Akan memberikan sudut pandang yang terkesan baru untuk pengembangan potensi yang dimiliki manusia,
3.    Memberi berbagai macam harapan serta semangat yang terkesan baru terlebih pada anak yang sedang melakukan pembelajaran,
4.    Memberi kesempatan si pelajar agar lebih kritis serta memiliki pemikiran yang terbuka,
5.    Menghindari penghakiman yang bisa dilakukan manusia dari sudut pandang sebuah kecerdasan.
·         Kekurangan
1. Memiliki kontroversi terlebih pandangan yang diberikan ahli psikologi tradisional seperti mencampur adukkan pengertian bakat, kecerdasan hingga ketrampilan
2.  Memerlukan fasilitas yang begitu lengkap sehingga teori ini akan membutuhkan biaya yang jauh lebih besar untuk operasional secara klasikal atau masal,
3. Jika dilihat di Indonesia, tenaga pendidikan yang berada di Indonesia saat ini belum sepenuhnya telah siap untuk melakukan teori dalam praktek ini ataupun melibatkan pelajar dewasa karena sudut pandang masih bersifat tradisional,
4.    Lebih bersifat personal atau individu.

Teori Belajar Revolusi Sosio Kultural dan Penerapannya dalam Pembelajaran

Minggu, 05 Maret 2017

Belajar merupakan suatu proses yang komplek yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya, baik lingkungan alam maupun sosial budayanya. Dalam proses belajar bila kita hanya mengandalkan paradigma behavioristik maka kita akan mencetak orang-orang yang mengagungkan kekerasan dan mengadalkan keseragaman, tapi tidak menghargai adanya perbedaan. Hal ini terjadi karena siswa harus mempersiapkan diri memasuki era demokrasi yang sebenarnya adalah era yang ditandai dengan keragaman perilaku, adanya penghargaan terhadap saesuatu yang bebeda sehingga perlu adanya perubahan dibidang pendidikan dan pembelajaran dengan teori belajar sosiokultural.Sosiokultural berasal dari dua kata yaitu sosio dan kultural, sosio berarti berhubungan dengan masyarakat dan kultural berarti berhubungan dengan kebudayaan. Jadi, sosiokultural adalah berkenaan dengan segi sosial dan budaya masyarakat. 

Tokoh Teori Belajar Revolusi Sosio Kultural
·      Piaget
Piaget berpendapat bahwa belajar ditentukan karena adanya karsa individu artinya pengetahuan berasal dari individu. Siswa berinteraksi dengan lingkungan sosial yaitu teman sebayanya dibanding orang-orang yang lebih dewasa. Penentu utama terjadinya belajar adalah individu yang bersangkutan (siswa) sedangkan lingkungan sosial menjadi faktor sekunder. Keaktifan siswa menjadi penentu utama dan jaminan kesuksesan belajar, sedangkan penataan kondisi hanya sekedar memudahkan belajar. Perkembangan kognitif merupakan proses genetik yang diikuti adaptasi biologis dengan lingkungan sehingga terjadi ekuilibrasi. Untuk mencapai ekuilibrasi dibutuhkan proses adaptasi (asimilasi dan akomodasi). Pendekatan kognitif dalam belajar dan pembelajaran yang ditokohi oleh Piaget yang kemudian berkembang dalam aliran kontruktivistik juga masih dirasakan kelemahannya. Teori ini bila dicermati ada beberapa aspek yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kotraproduktif dalam kegiatan pembelajaran, karena lebih mencerminkan idiologi individualisme dan gaya belajar sokratik yang lazim dikaitkan dengan budaya barat. pendekatan ini kurang sesuai dengan tuntutan revolusi-sosiokultural yang berkembang akhir-akhir ini.

·      Vygotsky
Pandangan yang mampu mengakomodasi sociocultural-revolution dalam teori belajar dan pembelajaran dikemukakan oleh Lev Vygotsky. Ia mengatakan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya. Artinya, untuk memahami pikiran seseorang bukan dengan cara menelusuri apa yang ada di balik otaknya dan pada kedalaman jiwanya, melainkan dari asal-usul tindakan sadarnya, dari interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah hidupnya (Moll & Greenberg, 1990). Peningkatan fungsi mental seseorang berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya, dan bukan dari individu itu sendiri. Interaksi sosial demikian antara lain berkaitan erat dengan aktivitas-aktivitas dan bahasa yang dipergunakan. Kunci utama untuk memahami proses-proses sosial dan psikologis manusia adalah tanda-tanda atau lambang yang berfungsi sebagai mediator (Wertsch, 1990).Tanda-tanda atau lambang tersebut merupakan produk dari lingkungan sosio- kultural di mana seseorang berada. 
Kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan,keterampilan, dan nilai-nilai sosial budaya. Peserta didik memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi sehari-hari baik lingkungan sekolah maupun keluarganya secara aktif.Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif sesuai dengan teori sosiogenesis yaitu kesadaran berinteraksi dengan lingkungan dimensi sosial yang bersifat primer dan dimensiindividual bersifat derivatif atau turunan dan sekunder. Oleh karena itu, teori belajar Vygotsky disebut dengan pendekatan co-konstruktivisme artinya perkembangan kognitif seseorang di samping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan sosial yang aktif pula

Konsep Teori Sosio-Kultural
·      Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development)
Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua tataran, yaitu interpsikologis atau intermental dan intrapsikologis atau intramental. Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang.Sedangkan fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut.
·      Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)
Vygotsky membagi perkembangan proksimal (zone of proximal development) ke dalam dua tingkat:
1.     Tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri (intramental).
2.   Tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten (intermental). Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal. Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada dalam proses pematangan.
·      Mediasi
Menurut Vygotsky, semua perbuatan atau proses psikologis yang khas manusiawi dimediasikan dengan psychologis tools atau alat-alat psikologis berupa bahasa, tanda dan lambang, atau semiotika. Ada dua jenis mediasi, yaitu:
1.      Mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan self- regulation yang meliputi: self planning, self monitoring, self checking, dan self evaluating. Mediasi metakognitif ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi.
2.   Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).

Aplikasi Teori Sosio-Kultural
Aplikasi teori sosio-kultural dalam pendidikan. Penerapan teori sosio-kultural dalam pendidikan dapat terjadi pada 3 jenis pendidikan yaitu:
1.        Pendidikan informal (keluarga)
Pendidikan anak dimulai dari lingkungan keluarga, dimana anak pertama kali melihat, memahami, mendapatkan pengetahuan, sikap dari lingkungan keluarganya. Oleh karena itu perkembangan prilaku masing-masing anak akan berbeda manakala berasal dari keluarga yang berbeda, karena faktor yang mempengaruhi perkembangan anak dalam keluarga beragam, misalnya: tingkat pendidikan orang tua, faktor ekonomi keluarga, keharmonisan dalam keluarga dan sebagainya.
2.        Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal yang berbasis budaya banyak bermunculan untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku pada anak, misalnya kursus membatik. Pendidikan ini diberikan untuk membekali anak hal-hal tradisi yang berkembang di lingkungan sosial masyarakatnya.
3.        Pendidikan formal
Aplikasi teori sosio-kultural pada pendidikan formal dapat dilihat dari beberapa segi antara lain:
·      Kurikulum.
Khususnya untuk pendidikan di Indonesia pemberlakuan kurikulum pendidikan sesuai Peraturan Menteri nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan KTSP, Peraturan Menteri nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi, dan Peraturan Menteri nomor 22 tahun 2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar, jelas bahwa pendidikan di Indonesia memberikan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap kepada anak untuk mempelajari sosio-kultural masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional melalui beberapa mata pelajaran yang telah ditetapkan, di antaranya: pendidikan kewarganegaraan, pengetahuan sosial, muatan lokal, kesenian, dan olah raga.
·      Siswa
Dalam pembelajaran KTSP anak mengalami pembelajaran secara langsung ataupun melalui rekaman. Oleh sebab itu pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap bukan sesuatu yang verbal tetapi anak mengalami pembelajaran secara langsung.Selain itu pembelajaran memberikan kebebasan anak untuk berkembang sesuai bakat, minat, dan lingkungannya pencapaiannya sesuai standar kompetensi yang telah ditetapkan.
·      Guru
Guru bukanlah narasumber segala-galanya, tetapi dalam pembelajaran lebih berperanan sebagai fasilitator, mediator, motivator, evaluator, desainer pembelajaran dan tutor. Masih banyak peran yang lain, oleh karenanya dalam pembelajaran ini peran aktif siswa sangat diharapkan, sedangkan guru membantu perilaku siswa yang belum muncul secara mandiri dalam bentuk pengayaan, remedial pembelajaran.

Kelebihan dan Kekurangan Teori Sosio-Kultural
Kelebihan
1.    Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proximalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang
2.    Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya daripada tingkat perkembangan aktualnya
3.    Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramental
4.    Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat dilakukan untuk tugas-tugas atau pemecahan masalah
5.    Proses belajar dan pembelajaran tidak bersifat transferal tetapi lebih merupakan kokonstruksi, yaitu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya.

Kekurangan

Teori sosio-kultural yaitu terbatas pada perilaku yang tampak, proses-proses belajar yang kurang tampak seperti pembentukan konsep, belajar dari berbagai sumber belajar, pemecahan masalah dan kemampuan berpikir sukar diamati secara langsung oleh karena itu diteliti oleh para teoriwan perilaku.

Teori Belajar Sibernetik dan Penerapannya Dalam Pembelajaran



Sibernetik merupakan bentuk kata serapan dari kata ’Cybernetic’ yakni sistem kontrol dan komunikasi yang memungkinkan feedback atau umpan balik. Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa (Budiningsih, 2008).
Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi (penyampaian materi). Sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.

Tokoh Teori Belajar Sibernetik
·      Landa
Landa membedakan dua macam proses berfikir, yaitu proses berfikir algoritmik dan proses berfikir heuristik.
a.       Proses berfikir algoritmik, yaitu proses berfikir yang sistematis, tahap demi tahap, linier, konvergen, lurus menuju kesatu tujuan tertentu.
b.      Proses berfikir heuristik, yaitu cara berfikir devergen, menuju kebeberapa target tujuan  sekaligus (Budiningsih, 2005).
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang hendak dipelajari atau masalah yang hendak di pecahkan diketahui ciri-cirinya.
·      Pask dan Scott
Menurut Pask dan Scott ada dua macam cara berfikir, yaitu cara berfikir serialis dan cara berfikir wholist atau menyeluruh. Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan dengan pendekatan algoritmik. Namun apa yang dikatakan sebagai cara berfikir menyeluruh (wholist) tidak sama dengan cara berfikir heuristik. Bedanya, cara berfikir menyeluruh adalah berfikir yang cenderung melompat kedepan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi. (Budiningsih, 2005).
Asumsi diatas direfleksikan dalam model belajar dan pembelajaran yang menggambarkan proses mental dalam belajar yang terstuktur membentuk suatu sistem kegiatan mental. Dari model ini dikembangkan prinsip-prinsip belajar seperti:
1)      Proses mental dalam belajar terfokus pada pengetahuan yang bermakna.
2)      Proses mental tersebut mampu menyandi informasi secara bermakna.
3)      Proses mental bermuara pada pengorganisasian pengaktulisasian informasi.

Model Pembelajaran
·      Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
Dalam pembelajaran kooperatif, guru memberikan stimulus berupa kuis atau pertanyaan sebagai tes kemampuan prasyarat siswa, sehingga siswa aktif berfikir. Dan belajar menurut sibernetik adalah pengolahan informasi oleh siswa. Pengolahan informasi ini terjadi karena adanya stimulus dari guru yang berupa informasi.
·      Model pembelajaran open ended
Tujuan dari pembelajaran open-ended menurut Nohda (2003) adalahuntuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa melalui problem solving secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa. Hal yang harus digarisbawahi adalah perlunya memberi kesempatan siswa untuk berfikir dengan bebas sesuai dengan minat dan kemampuannya. Aktivitas kelas yang penuh dengan ide-ide matematika ini pada gilirannya akan memacu kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa.

Aplikasi Teori Belajar Sibernetik
Belajar bukan sesuatu yang bersifat alamiah, namun terjadi dengan kondisi-kondisi tertentu, yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal. Sehubungan hal tersebut, maka pengelolaan pembelajaran dalam teori belajar sibernetik, menuntut pembelajaran untuk diorganisir dengan baik yang memperhatikan kondisi internal dan kondisi eksternal.
Kondisi internal peserta didik yang mempengaruhi proses belajar melalui proses pengolahan informasi, dan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh seorang guru dalam mengelola pembelajaran antara lain
1. Kemampuan awal peserta didik
2. Motivasi
3. Perhatian
4. Persepsi
5. Ingatan
6. Lupa
7. Retensi
8. Transfer

Kondisi eksternal yang sangat berpangaruh terhadap proses belajar dengan proses pengolahan informasi antara lain
-  Kondisi belajar
 Tujuan belajar
 Pemberian umpan balik

Menurut Suciati dan Irawan (2008) aplikasi teori belajar sibernetik dalam kegiatan pembelajaran baik diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2. Menentukan materi pembelajaran.
3. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran.
4. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi tersebut.
5. Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya.
6. Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan                   materi pelajaran.

Kelebihan dan Kelemahan
Kelebihan
·      Cara berfikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
·      Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.
·      Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.
·      Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai.
·      Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
·      Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing individu.
·      Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.

Kelemahan
Teori sibernetik memiliki kelelmahan yaitu terlalu menekankan pada sistem informasi yang dipelajari, dan kurang memperhatikan bagaimana proses belajar.